Panduan menentukan positioning brand agar tidak mirip kompetitor: cara riset pasar, menemukan diferensiasi, menyusun value proposition, membuat positioning statement, dan uji konsistensinya di semua channel.
Banyak bisnis merasa sudah punya logo, warna, dan feed Instagram yang rapi—tapi tetap susah tumbuh. Alasannya sering sederhana: brand-nya terasa “mirip” dengan kompetitor. Headline sama, benefit sama, janji sama, bahkan gaya bahasanya pun mirip. Akhirnya yang terjadi adalah perang harga, bukan perang nilai.
Positioning adalah cara kamu “mengunci” tempat khusus di benak audiens. Bukan sekadar apa yang kamu jual, tapi kamu dikenal sebagai apa, untuk siapa, dan kenapa orang memilih kamu dibanding alternatif lain.
Di artikel ini, kamu akan belajar cara menentukan positioning brand yang jelas—biar brand kamu punya identitas yang beda, bukan sekadar versi lain dari kompetitor.
1) Pahami Dulu: “Beda” Itu Harus Relevan, Bukan Sekadar Unik
Banyak brand mencoba beda lewat hal kosmetik:
- nama yang unik
- desain yang rame
- tagline yang terdengar keren
Tapi positioning yang kuat harus memenuhi 3 kriteria:
- Relevan bagi target audiens (bikin mereka peduli)
- Terbukti (bisa kamu deliver konsisten)
- Berbeda dibanding kompetitor (bukan cuma klaim)
Kalau cuma unik tapi tidak relevan, orang tetap tidak memilih kamu.
2) Mulai dari 3 Pertanyaan Inti: Who, What, Why
Sebelum riset kompetitor, jawab dulu fondasinya:
- Who: siapa yang paling kamu layani? (spesifik)
- What: masalah utama apa yang kamu selesaikan?
- Why: kenapa kamu punya cara yang lebih baik untuk menyelesaikannya?
Contoh “yang terlalu umum”:
- “untuk semua orang yang mau sehat”
- “membantu bisnis berkembang”
Contoh yang lebih tajam:
- “untuk ibu bekerja yang butuh meal plan cepat dan realistis”
- “untuk owner online shop yang ingin cashflow rapi tanpa ribet akuntansi”
Semakin spesifik, semakin mudah terlihat bedanya.
3) Riset Kompetitor: Cari Pola, Bukan Cari Kesalahan Mereka
Tujuan riset kompetitor bukan menjatuhkan mereka, tapi melihat “suara yang dominan” di pasar.
Checklist riset cepat (bisa 30–60 menit):
- apa tagline mereka?
- benefit utama yang diulang-ulang apa?
- siapa target yang mereka sebut?
- harga mereka positioningnya di mana (murah/premium)?
- tone of voice mereka (fun, formal, edukatif)?
- konten mereka banyak bahas apa?
- testimoni/hasil yang mereka tonjolkan apa?
Setelah itu, kamu akan melihat pola—misalnya semua brand:
- menjual “cepat”
- menjanjikan “termurah”
- mengklaim “kualitas premium”
- memakai gaya bahasa yang sama
Nah, positioning kamu harus menghindari bermain di kalimat yang sama persis.
4) Temukan “Diferensiasi yang Punya Daya Beli” (Bukan Sekadar Fitur)
Diferensiasi bisa datang dari banyak sisi. Ini beberapa kategori yang paling sering berhasil:
A. Diferensiasi Audiens (Niche)
Kamu menang bukan karena produknya berbeda, tapi karena fokus pada segmen yang lebih spesifik.
Contoh:
- skincare untuk kulit sensitif remaja
- jasa desain untuk restoran dan cafe kecil
- kursus bahasa untuk pekerja shift
B. Diferensiasi Masalah (Problem Focus)
Kamu fokus pada satu problem yang besar dan menyakitkan.
Contoh:
- “anti boncos iklan” (bukan sekadar “naik omzet”)
- “anti jebol cashflow” (bukan sekadar “laba naik”)
C. Diferensiasi Metode (How You Deliver)
Kamu punya cara yang jelas dan bisa dijelaskan.
Contoh:
- sistem 7 hari onboarding
- template + review mingguan
- proses audit 3 langkah sebelum eksekusi
D. Diferensiasi Bukti (Proof)
Kamu unggul karena bukti hasil yang spesifik.
Contoh:
- “rata-rata setup bisa jalan 48 jam”
- “tingkat repeat order naik 20% dalam 2 bulan”
Bukti seperti ini jauh lebih kuat daripada klaim “terbaik”.
E. Diferensiasi Nilai (Value/Belief)
Kamu punya prinsip brand yang jelas.
Contoh:
- sustainable dan transparan
- no hard-selling, edukasi dulu
- ramah pemula tanpa judgement
Catatan penting: nilai harus terlihat dalam tindakan, bukan slogan.
5) Buat Value Proposition yang Tajam (Formula Simpel)
Value proposition adalah kalimat inti yang menjelaskan:
- siapa kamu bantu
- hasil apa yang mereka dapat
- kenapa caramu lebih cocok dari alternatif
Template yang bisa kamu pakai:
“Kami membantu [target spesifik] mendapatkan [hasil utama] dengan [mekanisme unik], tanpa [pain terbesar].”
Contoh:
“ Kami membantu pemilik online shop merapikan cashflow dan laba harian dengan template sederhana + review mingguan, tanpa pusing istilah akuntansi.”
Kuncinya: hasil + mekanisme + pain.
6) Susun Positioning Statement (Biar Bisa Dipakai Tim)
Ini versi yang lebih “strategis” dan bisa jadi pegangan internal:
Untuk [target], [brand] adalah [kategori] yang memberikan [benefit utama] karena [alasan utama/keunikan], tidak seperti [kompetitor/alternatif] yang [kekurangan umum].
Contoh:
“Untuk first-time traveler yang pengin liburan santai, Brand X adalah travel planner yang bikin itinerary rapi dan anti capek karena pakai rute efisien berbasis transport publik, tidak seperti itinerary generik yang padat dan bikin kelelahan.”
7) Uji Positioning dengan 5 Pertanyaan “Anti Mirip”
Sebelum kamu final, tes dengan pertanyaan ini:
- Kalau logo dihapus, orang masih bisa bedakan kamu dari kompetitor?
- Apakah klaim kamu bisa dibuktikan (angka, proses, testimoni)?
- Apakah kompetitor juga bisa mengklaim hal yang sama dalam 5 menit?
- Apakah target audiens langsung merasa “ini gue” saat baca?
- Apakah tim kamu bisa menjelaskan positioning ini dalam 10 detik?
Kalau banyak jawabannya “tidak”, positioning perlu ditajamkan.
8) Turunkan Positioning ke Implementasi (Biar Nggak Cuma Dokumen)
Positioning yang bagus harus terlihat di:
- headline website & landing page
- bio sosial media
- cara kamu menulis caption dan CTA
- struktur penawaran (paket, bonus, garansi)
- desain visual (tone, layout, konsistensi)
- cara customer service merespons (tone dan prinsip)
Kalau positioning kamu “premium dan tenang” tapi kontennya clickbait dan diskon terus, audiens akan bingung.
Kesimpulan
Supaya brand kamu nggak “mirip” kompetitor, kamu butuh positioning yang jelas: siapa targetmu, masalah apa yang kamu fokuskan, hasil apa yang kamu janjikan, dan alasan unik yang bisa kamu buktikan. Riset kompetitor membantu kamu melihat pola pasar, lalu kamu memilih ruang kosong yang relevan dan bisa kamu kuasai.
Baca juga :
- Brand Voice 101: Cara Menentukan Gaya Bahasa yang Konsisten di Semua Channel
- Strategi Kolaborasi antara Desainer & Copywriter dalam Membangun Brand
